LIGAPROFIT – Minat Masyarakat terhadap K-Pop Menurun? Mungkin Ini Alasannya!

Belakangan ini netizen Indonesia dikejutkan dengan pemberitaan bahwa terjadi penurunan minat masyarakat terhadap K-Pop yang akhirnya menjadi tantangan bagi perekonomian, terutama industri musik di Korea.

Menurut laporan Korea Joongang Daily, data penjualan album fisik di Korea pada tahun 2024 mengalami penurunan untuk pertama kalinya setelah sembilan tahun menjadi salah satu aset musik yang selalu dinantikan oleh masyarakat di seluruh dunia, tak terkecuali dari Indonesia.

Data Circle Chart yang diperoleh dari Korea Music Content Association (KMCA) mengungkapkan bahwa album fisik yang biasanya dicetak oleh berbagai agensi musik di Korea Selatan anjlok dari 120,2 juta unit menjadi 98,9 juta unit. Turunnya pembelian album fisik tentunya menjadi tantangan besar bagi Korea Selatan karena sudah bukan rahasia umum bahwa musik merupakan salah satu sumber pendapatan ekonomi terbesar bagi negeri ginseng tersebut.

Di lain sisi, fenomena ini menjadi pertanyaan besar bagi para fans K-Pop yang dinilai loyal dan support idola mereka jor-joran, tetapi saat ini seperti kehilangan arahnya. Namun beberapa alasan di bawah ini bisa menjadi faktor penyebab minat masyarakat terutama anak muda terhadap K-Ppop cenderung menurun dari waktu ke waktu.

ADVERTISEMENTS



1. Ciri Khas Grup yang Perlahan Sulit Dikenali

Sebagai genre sekaligus culture, musik K-Pop memang turut berkembang seiring permintaan pasar dan zaman. Hal ini yang terkadang membuat banyak agensi mengorbitkan girl atau boy group dengan konsep yang tidak jauh berbeda, yakni berorientasi ke pasar global, membuat lagu yang bisa dijadikan tren TikTok untuk membuatnya mudah dikenali, yang tanpa disadari justru membuat musik tersebut kurang memiliki warnanya sendiri. Akibatnya, ciri khas mereka sebagai Korean Idol makin samar.

ADVERTISEMENTS



2. Terlalu Banyak Grup yang Debut Membuat Oversaturasi Pasar

Banyaknya K-Pop Idol yang debut tiap atau beberapa tahun sekali juga membuat banyak agensi makin bersaing ketat, baik dari agensi kecil hingga agensi paling besar sekali pun. Akibatnya, tekanan tersebut membuat perusahaan harus mengambil langkah dan taktik baru. Salah satunya adalah dapat bersaing di media sosial melalui tren dan algoritma, tetapi dengan cara mengorbankan identitas grup.

Pola seperti itu sejenak menguntungkan bagi grup, akan tetapi di waktu bersamaan juga timbul masalah baru, karena masyarakat yang mendengarnya mencari tahu lagu yang sedang viral tanpa mau kenal lebih jauh tentang penyanyinya. Jika usaha grup konsisten yakni membuat lagu sesuai dengan identitas mereka dan disukai masyarakat, perlahan publik juga akan mengenali dan menjadi fans mereka. Namun jika grup hanya mementingkan tren sesaat, cara pandang seperti ini kemungkinan akan merugikan mereka sendiri. Seperti yang kita ketahui, tren selalu ada masanya. Tidak bisa bertahan lama.

ADVERTISEMENTS



3. Kedengarannya Banyak Genre dalam Satu Lagu

Lagu-lagu K-Pop saat ini kedengarannya cenderung memiliki banyak genre dalam satu lagu. Seperti musik eksperimental yang dulu sangat menarik, tetapi dosisnya saat ini terlalu banyak karena terlalu sering digunakan secara terus-menerus. Jadi bikin lagu tersebut seperti kehilangan arah.

Selain itu juga ada sentuhan beragam soun design seperti distorsi, vocal chop, synth saw, dan lainnya yang bikin telinga cepat lelah. Akibatnya sebagai pendengar sulit menikmati melodi lagu tersebut. Ya, didengarkan berkali-kali baru nyantol di kuping, tapi rasanya capek banget.

Ditambah lagi, gen 1, 2, dan 3 dulu dikenal memiliki jenis suara dan teknik vokal yang khas, sehingga memberikan warna tersendiri di dunia K-Pop. Sebut saja Changmin TVXQ, Taeyeon SNSD, Jessica Jung, CL 2NE1 & Minzy 2NE1, Wendy Red Velvet, IU, dan lainnya. Hanya dengan mendengar suara mereka, penggemar langsung tahu penyanyi di balik lagu tersebut. Warna-warna seperti inilah yang jumlahnya seolah berkurang pada generasi saat ini.

Kalau menurut kamu sendiri, apa yang membuat minat masyarakat terhadap K-Pop seakan menurun selain karena kondisi ekonomi global yang kurang baik, generasi milenial yang mulai sibuk dengan kehidupan real life, dan sebagainya?



Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top